IBADAH MEMBACA BUKU
Membaca Buku
Pada era teknologi audio dan visual saat ini, seorang anak tak perlu menunggu hingga dewasa untuk memainkan jari mungil memilih konten yang disukai melalui gawai. Para digital natives tumbuh tak hanya mendengar suara orang tua, anggota keluarga terdekat, namun juga tokoh superhero, tokoh virtual lain, yang menguasai layar digital dalam genggaman. Keragaman media membantu memperkaya ragam kosakata anak, namun ada hal yang tak tergantikan. Tatapan, interaksi hangat, serta perbincangan intim penuh cinta tak dapat disediakan oleh perangkat digital. Fondasi yang terpenting untuk menumbuhkan generasi yang literat berada di sekitar kita. Fondasi tersebut adalah kekuatan kata dan cerita. Kegiatan bercerita membuat rumah menjadi hangat dan menjadi lingkungan tumbuh- kembang yang menyehatkan dan menyenangkan bagi anak- anak. Cerita berlimpah di sekitar kita, hanya perlu mengemas dan menyampaikan dengan sepenuh cinta. Saya sebagai ibu biasa memulai dengan menceritakan apa saja yang saya alami, perasaan saya, dan apa saja yang saya lakukan sehari itu. Meskipun anak belum memahami, saya yakin mereka belajar mengenal beragam ekspresi wajah dan emosi selagi saya bercerita. Saya selalu menyempatkan mencari waktu membacakan buku cerita kepada anak-anak, masing-masing berusia tiga tahun dan dua tahun. Yang tidak sering kita sadari bahwa kemampuan membaca tak serta- merta otomatis menimbulkan minat membaca juga pada anak-anak. Mengenalkan buku bacaan atau buku cerita anak pada tahap awal tak bisa dipisahkan dari peran bahasa lisan dalam lingkup keluarga. Dalam perspektif sosiolinguistik, kemampuan berbahasa anak dicapai melalui interaksi sosial. Isabel (1979) meneliti dua kelompok anak berusia tiga tahun sampai enam tahun yang didongengkan dengan frekuensi berbeda. Kelompok A diceritakan satu dongeng tiga kali dalam sepekan. Kelompok B diceritakan beberapa dongeng tiga kali juga dalam sepekan. Setelah tiga pekan, anak-anak kelompok B mampu menceritakan kembali sebuah cerita dengan lebih detail, menggunakan alur cerita yang kompleks, dengan kosakata yang lebih kaya dibandingkan kelompok A. Penelitian ini membuktikan kegiatan bercerita meningkatkan kemampuan berbahasa dan menyiapkan anak belajar membaca (Sofi e Dewayani dan Roosie Setiawan, Saatnya Bercerita: Mengenalkan Literasi Sejak Dini, 2018).
Membacakan buku bergambar atau dongeng menjadi kegiatan saya sehari-hari. Membacakan buku bergambar saya rasa memiliki peran penting dalam menumbuhkan minat membaca. ”Ibadah” membaca ini seperti wajib hukumnya dan masuk sebagai kegiatan harian. Sengaja saya dan suami sepakat meletakkan buku di mana saja di sudut rumah. Dalam kegiatan literasi, kita yang dewasa perlu mengingat bahwa tujuan utama memperkenalkan buku bacaan adalah menumbuhkan minat anak terhadap buku. Kegiatan dengan buku perlu dilakukan dengan memerhatikan minat dan rentang perhatian anak. Kegiatan yang terlalu dipaksakan dan mengabaikan ekspresi kelelahan dan kebosanan dalam sikap anak dapat menimbulkan efek traumatik bagi anak. Menurut saya membacakan buku cerita atau dongeng kepada anak-anak menjelang tidur kurang tepat. Tak masuk akal berharap cerita yang kita bacakan akan dibawa ke dalam mimpi yang indah dan berakhir bahagia seperti dalam kisah dongeng yang kita bacakan. Banyak buku cerita anak yang saya jumpai di toko buku menawarkan judul sebagai pengantar tidur
Bersama Keluarga
Mendidik anak tak hanya tugas seorang ibu tapi juga tugas seorang bapak. Keduanya
harus bersinergi dalam mendidik anak, terlebih saat membacakan cerita-cerita atau dongeng yang bermanfaat. Belum semua keluarga menerapkan hal ini. Konvensi di masyarakat
sewajarnya seorang bapak pada pagi membaca koran, sambil minum kopi, dan merokok
kemudian bersiap berangkat kerja mencari nafkah. Pada sore hari pulang sudah letih sehingga bapak terasa kurang berelasi dalam keluarga. Apakah sudah sewajarnya ibu saja sebagai juru dongeng atau duta baca untuk anak?
Dengan atau tanpa media bercerita, setiap anggota keluarga pasti memiliki cerita, berupa
pengalaman untuk dikisahkan. Anak-anak senang mendengarkan kisah-kisah pengalaman orang
tua dan kakek atau nenek. Saya sering menggunakan media foto sebagai modal bercerita. Sekadar membangkitkan memori yang
menyenangkan dan mengenang kebersamaan keluarga. Waktu yang didedikasikan khusus untuk mendongeng menumbuhkan keintiman
emosional. Momen bercerita merekatkan relasi dalam keluarga dan menumbuhkan kebahagiaan.
Kita perlu menghiasi dunia dengan lebih banyak cerita.
Pada era teknologi audio dan visual saat ini, seorang anak tak perlu menunggu hingga dewasa untuk memainkan jari mungil memilih konten yang disukai melalui gawai. Para digital natives tumbuh tak hanya mendengar suara orang tua, anggota keluarga terdekat, namun juga tokoh superhero, tokoh virtual lain, yang menguasai layar digital dalam genggaman. Keragaman media membantu memperkaya ragam kosakata anak, namun ada hal yang tak tergantikan. Tatapan, interaksi hangat, serta perbincangan intim penuh cinta tak dapat disediakan oleh perangkat digital. Fondasi yang terpenting untuk menumbuhkan generasi yang literat berada di sekitar kita. Fondasi tersebut adalah kekuatan kata dan cerita. Kegiatan bercerita membuat rumah menjadi hangat dan menjadi lingkungan tumbuh- kembang yang menyehatkan dan menyenangkan bagi anak- anak. Cerita berlimpah di sekitar kita, hanya perlu mengemas dan menyampaikan dengan sepenuh cinta. Saya sebagai ibu biasa memulai dengan menceritakan apa saja yang saya alami, perasaan saya, dan apa saja yang saya lakukan sehari itu. Meskipun anak belum memahami, saya yakin mereka belajar mengenal beragam ekspresi wajah dan emosi selagi saya bercerita. Saya selalu menyempatkan mencari waktu membacakan buku cerita kepada anak-anak, masing-masing berusia tiga tahun dan dua tahun. Yang tidak sering kita sadari bahwa kemampuan membaca tak serta- merta otomatis menimbulkan minat membaca juga pada anak-anak. Mengenalkan buku bacaan atau buku cerita anak pada tahap awal tak bisa dipisahkan dari peran bahasa lisan dalam lingkup keluarga. Dalam perspektif sosiolinguistik, kemampuan berbahasa anak dicapai melalui interaksi sosial. Isabel (1979) meneliti dua kelompok anak berusia tiga tahun sampai enam tahun yang didongengkan dengan frekuensi berbeda. Kelompok A diceritakan satu dongeng tiga kali dalam sepekan. Kelompok B diceritakan beberapa dongeng tiga kali juga dalam sepekan. Setelah tiga pekan, anak-anak kelompok B mampu menceritakan kembali sebuah cerita dengan lebih detail, menggunakan alur cerita yang kompleks, dengan kosakata yang lebih kaya dibandingkan kelompok A. Penelitian ini membuktikan kegiatan bercerita meningkatkan kemampuan berbahasa dan menyiapkan anak belajar membaca (Sofi e Dewayani dan Roosie Setiawan, Saatnya Bercerita: Mengenalkan Literasi Sejak Dini, 2018).
Membacakan buku bergambar atau dongeng menjadi kegiatan saya sehari-hari. Membacakan buku bergambar saya rasa memiliki peran penting dalam menumbuhkan minat membaca. ”Ibadah” membaca ini seperti wajib hukumnya dan masuk sebagai kegiatan harian. Sengaja saya dan suami sepakat meletakkan buku di mana saja di sudut rumah. Dalam kegiatan literasi, kita yang dewasa perlu mengingat bahwa tujuan utama memperkenalkan buku bacaan adalah menumbuhkan minat anak terhadap buku. Kegiatan dengan buku perlu dilakukan dengan memerhatikan minat dan rentang perhatian anak. Kegiatan yang terlalu dipaksakan dan mengabaikan ekspresi kelelahan dan kebosanan dalam sikap anak dapat menimbulkan efek traumatik bagi anak. Menurut saya membacakan buku cerita atau dongeng kepada anak-anak menjelang tidur kurang tepat. Tak masuk akal berharap cerita yang kita bacakan akan dibawa ke dalam mimpi yang indah dan berakhir bahagia seperti dalam kisah dongeng yang kita bacakan. Banyak buku cerita anak yang saya jumpai di toko buku menawarkan judul sebagai pengantar tidur
Bersama Keluarga
Mendidik anak tak hanya tugas seorang ibu tapi juga tugas seorang bapak. Keduanya
harus bersinergi dalam mendidik anak, terlebih saat membacakan cerita-cerita atau dongeng yang bermanfaat. Belum semua keluarga menerapkan hal ini. Konvensi di masyarakat
sewajarnya seorang bapak pada pagi membaca koran, sambil minum kopi, dan merokok
kemudian bersiap berangkat kerja mencari nafkah. Pada sore hari pulang sudah letih sehingga bapak terasa kurang berelasi dalam keluarga. Apakah sudah sewajarnya ibu saja sebagai juru dongeng atau duta baca untuk anak?
Dengan atau tanpa media bercerita, setiap anggota keluarga pasti memiliki cerita, berupa
pengalaman untuk dikisahkan. Anak-anak senang mendengarkan kisah-kisah pengalaman orang
tua dan kakek atau nenek. Saya sering menggunakan media foto sebagai modal bercerita. Sekadar membangkitkan memori yang
menyenangkan dan mengenang kebersamaan keluarga. Waktu yang didedikasikan khusus untuk mendongeng menumbuhkan keintiman
emosional. Momen bercerita merekatkan relasi dalam keluarga dan menumbuhkan kebahagiaan.
Kita perlu menghiasi dunia dengan lebih banyak cerita.
0 Response to "IBADAH MEMBACA BUKU"
Post a Comment